NUNU LOVE CHULIE, TETEM, ONYU: April 2010

Kamis, 08 April 2010

0

TUGAS

PENDAHULUAN
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia 28 hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua system.
Neonatus bukanlah miniatur orang dewasa, bahkan bukan pula miniatur anak. Neonatus mengalami masa perubahan dari kehidupan didalam rahim yang serba tergantung pada ibu menjadi kehidupan diluar rahim yang serba mandiri, karena bantuan dari plasenta selama di dalam rahim terhenti. Masa perubahan yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama. Perubahan yang terjadi meliputi perubahan pada sistem kardiovaskular, pernapasan , pencernaan , ginjal, dan metabolic bayi.
Refleks makan
Sejak lahir, seorang bayi normal dapat mengisap dari puting payudara, menyalurkan air susu ke bagian belakang mulut dan menelannya selama lima sampai sepuluh menit sampai bernapas normal. Terdapat program refleks dan perilaku bawaan, yang menjadi semakin jelas dalam sekitar satu jam setelah peersalinan, termasuk kemampuan bergerak dari perut ibu ke payudara, aktifitas tangan terkoordinasi, gerakan mencari putting payudara, melekat ke payudara, dan makan secara rakus sebelum jatuh tertidur. Sentuhan pada langit-langit memicu refleks mengisap. Neonatus memperlihatkan kerja rahang ritmik, yang menciptakan tekanan negatif, dan kerja peristaltik lidah dan rahang memeras air susu dari payudara dan memindahkannya ke kerongkingan yang kemudian memicu refleks menelan. Pada neonatus normal, reflek menyusui ini kuat saat lahir dan sudah tampak pada bayi prematur sejak usia sekitar 32 minggu (sekitar 1200 gram). Bayi yang sangat prematur dan mereka yang berisiko sakit atau berat lahirnya sangat rendah memperlihatkan penurunan mencolok atau tidak adanya refleks. Bayi lain mengalami yang masalah makan mencakup, misalnya ,mereka yang mengidap gangguan fisik misalnya bibir atau langit-langit sumbing dan mereka yang terkena sedasi atau analgesia obstetrik, atau stress berat pada persalinan.


Refleks mengisap dan menelan dibantu olek konfigurasi morfologis mulut neonatus yang khusus , langit- langit lunaknya secara proporsional lebih panjang. Neonatos juga memiliki refleks ekstruksi sebagai respons terhadap adanya bahan padat atau setengah padat di dalam mulutnya. Refleks ini hilang pada usia 4-6 bulan dan diganti oleh suatu pola gerakan menggigit ritmik yang bersamaan dengan tumbuhnya gigi pertama pada usia 7-9 bulan.
Pembentukan hormon dan enzim
Sekresi gastrin sudah ada , tetapi rendah ; respons terhadap hormone pengatur pencernaan juga tampaknya rendah .Efeknya adalah getah lambung memiliki pH mendekati netral (dibandingkan dengan pH 2 pada lambung orang dewasa).pH lambung yang tinggi berarti bahwa amilase air liur tidak mengalami inaktivitas di lambung sehingga pencernaan zat pati dapat berlanjut.Refluks isi lambung sering terjadi karena sfingter esophagus bawah masih immatur,baik dalam pengendalian saraf maupun otot.Getah lambung yang tidak terlalu asam tidak menimbulkan kerusakan jaringan mukosa esofagus tetapi juga kurang efektif dalam mendenaturasi protein termasuk organisme .Diperkirakan refleks air susu manusia merupakan hal yang menguntungkan karena sejumlah kecil air susu dapat mencapai bagian atas saluran nafas untuk memberi keuntungan imonologis di tempat tersebut.Bayi yang mendapat ASI(air susu Ibu) memperlihatkan insiden masalah pernapasan yang rendah.Penurunan produksi asam dilambung berarti bahwa pengaktifan pepsinogen menjadi pepsin terbatas ,sehingga pencernaan protein dilambung juga terbatas . Penurunan keasaman dan pencernaan protein mungkin meningkatkan pertahanan dan meningkatkan aktivitas imunoglobin dan pengenalan antigen di saluran cerna karena protein ini dapat bertahan terhadap lingkungan lambung yang relatif “ ramah”.
Pada neonatus,kadar amilase pankreas rendah, tetapi ASI mengandung amilase mamaria , yang dapat membantu pencernaan Kanji. Kolostrum terutama kaya akan amilase mamaria. Perkembangan aktivitas laktase berlangsung relative lambat, dan mencapai tingkat yang adekuat setelah usia gestasi 36 minggu. Namun, banyak bayi prematur dapat mencerna laktosa dengan memuaskan karena laktosa yang tidak di serap dapat di cerna oleh bakteri kolon menjadi asam lemak rantai pendek, yang kemudian dapat diserap sehingga energi dapat diselamatkan. Kadar lipase pankreas yang rendah dikompensasi oleh lipase lidah dan lambung yang di bentuk oleh neonatus ( dirangsang oleh pengisapan ) serta lipase di ASI yang di rangsang oleh garam empedu. Pembentukan asam empedu rendah, tetapi ASI kaya akan taurine, yang digunakan untuk konjugasi garam empedu oleh neonatus.
Fungsi Hati Pada Neonatus
Pada janin, hepar berperan sebagai tempat penyimpanan glikogen dan zat besi
Vitamin K dalam hepar pada neonatus sangat minimal oleh karena pembentukannya tergantung pada aktivitas bakteri. Defisiensi vitamin K dapat menyebabkan perdarahan neonatus pada beberapa hari pertama pasca persalinan.
Proses glukoneogenesis dari asam amino dan timbunan glukosa yang memadai dalam hepar belum terjadi saat kehidupan neonatus. Lebih lanjut, aktivitas kadar hormon pengatur karbohidrat seperti cortisol, epinefrin dan glukagon juga masih belum efisien. Dengan demikian, hipoglikemia neonatal adalah merupakan keadaan yang sering terjadi bila janin berada pada suhu yang dingin atau malnutrisi.
Proses glukoronidasi pada kehidupan awal neonatus sangat terbatas sehingga bilirubin tak dapat langsung dikonjugasi menjadi empedu. Setelah hemolisis fisiologis pada awal neonatus atau adanya hemolisis patologis pada isoimunisasi nenoatus dapat terjadi kern icterus
Defekasi
Pengeluaran mekonium, suatu campuran mucus sel epitel, asam lemak, dan pigmen empedu (yang dmenyebabkan warna khas kehijauan), memastikan bahwa ususn bagian bawah paten. Pengeluaran tinja peralihan (mekonium dan residu makanan), biasanya dalam 24 jam, mengisayaratkan bahwa seluruh usus paten. Saat lahir, kapasitas lambung 10-20 ml, yang dengan cepat meningkat menjadi 200 ml pada satu tahun.




B. Perubahan Pada Sistem Saraf
Pembentukan sistem saraf pada janin Embrio akan terus membesar sehingga pada minggu ke-5 terdapat 3 lapisan yaitu ektoderm, mesoderm dan endoderm. Ektoderm adalah lapisan yang paling atas dan akan membentuk sistem saraf pada janin tersebut yang seterusnya membentuk otak, tulang belakang, kulit serta rambut. Neurulasi adalah pembentukan lempeng neural (neural plate) dan lipatan neural (neural folds) serta penutupan lipatan ini untuk membentuk neural tube, yang terbenam dalam dinding tubuh dan berdesiferensiasi menjadi otak dan korda spinalis. Pada mulanya, tabung ini menutup pada tempat dimana akan terjadi pertemuan antara otak dan medula spinalis, sehingga kedua ujungnya menjadi terbuka. Pada saat tersebut, embrio melipat pada sumbu panjangnya sendiri dan membentuk lipatan kepala pada tabung neural ditempat pertemuan ini. Ujung kranial tabung neural menutup, di ikuti penutupan tabung kaudalnya. Selama minggu kelima, tingkat pertumbuhan yang berbeda menimbulkan banyak lekukan pada tabung neural, sehingga dihasilkan tiga daerah otak : otak depan, otak tengah dan otak belakang. Otak depan berkembang menjadi mata (saraf kranial II) dan hemisfer otak. Perkembangan semua daerah korteks serebri terus berlanjut sepanjang masa kehidupan janin dan masa kanak-kanak. Sistem olfaktorius dan thalamus juga berkembang dari otak depan. Saraf kranial III dan IV (occulomotorius dan trochlearis) terbentuk dari otak tengah. Otak belakang membentuk medula, spons, serebelum dan saraf kranial lain. Gelombang otak dapat dicatat melalui elektroensefalogram (EGG) pada minggu ke-8. Medula spinalis terbentuk dari ujung panjang tabung neural. Pada mudigah, korda spinalis berjalan sepanjang kolumna vertebralis, tetapi setelah itu korda spinalis tumbuh lebih lambat. Pada minggu ke-24, korda sinalis memanjang hanya sampai S1, saat lahir sampai L3 dan pada orang dewasa sampai L1. Mielinisasi korda spinalis mulai pada pertengahan gestasi dan berlanjut sepajang tahun pertama kehidupan. Fungsi sinaps sudah cukup berkembang pada minggu ke delapan sehingga terjadi fleksi leher dan badan. Struktur ektodermal lainnya, yaitu neural crest, berkembang menjadi sistem saraf perifer. Sel neural crest yang terlepas dari tepi lateral lipatan neural, menghasilkan ganglion spinal dan ganglion sistem autonom serta sejumlah sel jenis lain. Mesoderm paraksial, yang paling dekat dengan notokord dan neural tube yang sedang berkembang, berdiferensiasi untuk membentuk pasangan blok jaringan atau somit. Somit pertama muncul pada hari ke-20. Terdapat sekitar 30 pasagan somit pada hari ke-30 yang meningkat menjadi total 44 pasangan. Somit berdiferensiasi menjadi sklerotom, miotom, dan dermatom yang masing-masing menghasilkan tulang rangka sumbu, otot rangka dan dermis kulit.
Perkembangan saraf janin intra uterus
Trimester I (0 – 12 minggu)
o Pada minggu ke-8, serabut-serabut saraf tersebar ke seluruh tubuh.
o Pada usia 10 minggu, rangsangan lokal dapat memicu gerakan berkedip, gerakan membuka mulut, penutupan jari tangan yang tidak sempurna, dan fleksi plantar jari kaki.
o Minggu ke-11 atau ke-12, janin membuat gerakan nafas, menggerakkan seluruh anggota geraknya dan mengubah posisi di dalam rahim.
o Janin dapat menghisap ibu jarinya dan berenang dalam kolam cairan amnion, bersalto dan mungkin membuat simpul pada korda umbilikalis.
o Janin berespons terhadap kebisingan, sinar yang kuat, stimulasi yang mengganggu pada kulit, dan penurunan suhu dengan mengubah respons otonom, misalnya kecepatan denyut jantung dan dengan bergerak.
Gambar 1.1 Perkembangan janin intra uetrus trimester I

Trimester II (12 – 28 minggu)
o Gerakan janin dapat dirasakan sejak usia gestasi 14 minggu; “latihan fisik” diperkirakan membantu pertumbuhan otot dan ekstremitas.
o Pada minggu ke-16, sistem saraf janin mulai berfungsi. Stimulasi dari otak sudah di respons oleh otot-otot sehingga janin bisa mengoordinasikan gerakannya.
o Janin makin aktif bergerak. Dia menendang-nendang bahkan melakukan aksi berputar dalam rahim ibu. Apabila gerakan cukup kuat untuk di rasakan ibu sebagai gerakan bayi maka terjadilah quickening. Untuk nulipara, perasaan ini biasanya di alami setelah minggu ke-16 gestasi. Pada multipara, quickening dapat dirasakan lebih awal. Pada waktu itu, ibu menjadi sadar akan siklus tidur dan bangun janin.
Trimester III (28 – 36 minggu)
o Perkembangan pesat dalam tubuh janin pada awal bulan ke-7 terjadi pada sistem saraf pusatnya, terutama pada otaknya. Bagian otak yang mengalami perkembangan paling pesat adalah otak yang mengelola proses penyampaian informasi kepada organ pendengaran serta organ penglihatan. Perkembangan ini memungkinkan si kecil mampu mengenali dan membedakan antara suara sang ibu dan anggota keluarga lainnya, meskipun suara yang didengar belum sejernih suara aslinya. Kelopak matanya juga telah dapat membuka dan menutup.
o Bola matanya telah dapat digunakan untuk melihat. Bila si ibu berdiri di tempat yang cukup terang, si kecil dapat melihat siluet benda-benda di sekitar ibunya.
o Memasuki bulan ke-9, proses yang terjadi bukanlah proses pembentukan, tetapi lebih bersifat penyempurnaan. Selama trimester ketiga ini, integrasi fungsi saraf otot berlangsung secara pesat.
Pada aterm, susunan saraf sudah siap untuk menerima dan mengolah informasi. Fungsi korteks serebrum pada manusia relatif imatur dibandingkan dengan yang ditemukan pada spesies mamalia lainnya. Mielinisasi sempurna jalur motorik yang panjang terjadi setelah lahir, sehingga gerakan halus jari tangan, misalnya, belum tampak sampai beberapa bulan setelah lahir.
Perkembangan saraf janin ekstra uterus
Setelah lahir, susunan saraf mengalami perkembangan pesat sebagai respons terhadap peningkatan input sensorik. Refleks mungkin sedikit tertekan pada 24 jam pertama, terutama apabila terjadi penyaluran transplasenta analgesia narkotik, tetapi kemudian beberapa refleks mulai tampak. Pada kasus asfiksia berat, skor Apgar yang rendah atau kerusakan saraf, refleks tertekan atau mungkin memerlukan waktu lebih lama untuk muncul.
o Refleks menggenggam atau refleks Moro digunakan untuk menilai kemampuan refleks bayi baru lahir.
o Bayi juga memperlihatkan genggaman palmar yang kuat dan gerakan melangkah ritmik. Banyak refleks yang terdapat pada neonatus akan menghilang kecuali apabila terjadi proses patologis, yaitu refleks tersebut muncul pada masa dewasa.
o Bayi memperlihatkan kesadaran umum akan keadaan di sekitarnya dan bereaksi terhadap suara dan cahaya.
o Bayi lahir dengan jalur sensorik yang aktif (Haith, 1996).
o Penelitian membuktikan bahwa neonatus dapat mengenali bau ASI. Mereka dapat membedakan rasa dan tampaknya lebih menyukai rasa manis.
o Walaupun bayi sudah dapat melihat pada saat lahir, terjadi perkembangan pesat kemampuan visual dalam 6 bulan pertama.
o Neonatus memperlihatkan ketajaman penglihatan yang terbatas tetapi tampaknya berfokus pada jarak 20 cm. Sejak lahir, bayi dapat membedakan antara kontras dan kontur serta dapat mengikuti gerakan.


o Neonatus mampu mendengar dan membedakan suara, terutama yang berfrekuensi rendah sampai sedang. Penelitian membuktikan bahwa neonatus dapat mengenal suara ibu mereka dan lebih menyukai intonasi ritmik mengalun seperti menyanyi (DeCasper & Fifer, 1980) Neonatus terbuai oleh suara ritmik bernapas, denyut jantung, dan peristaltik usus, yang mereka dengar, misalnya, selagi digendong.
o Bayi tampak terfokus pada rangsang visual dan tampaknya mengolah informasi sensorik.
o Pada keadaan terjaga aktif, kecepatan pernapasan meningkat den ireguler.
o Terjadi perubahan warna kulit, banyak aktivitas, dan bayi memperlihatkan peningkatan kepekaan terhadap rangsangan., Menangis adalah cara berkomunikasi yang biasanya merupakan respons terhadap rangsangan yang tidak menyenangkan. Biasanya neonatus menutup mata mereka, menyeringai, dan mengeluarkan suara. Namun, bayi prematur mungkin tidak mampu membuat keributan.
Dahulu pernah dianggap bahwa tingkat mielinisasi yang belum sempurna dan tidak adanya pengalaman menyebabkan neonatus tidak dapat merasakan nyeri. Persyaratan anatomis dan fungsional untuk merasakan nyeri sudah berkembang sejak awal dan neonatus memperlihatkan respons fisiologis serupa dengan orang dewasa (Porter, 1989). Pengeluaran katekolamin dan kortisol meningkat, kecepatan denyut jantung dan pernapasan berubah, laju metabolisme dan konsumsi oksigen meningkat, dan kadar glukosa darah meningkat. Kecepatan penyaluran rangsang mungkin lebih lambat tetapi jarak antara reseptor nyeri dan otak yang lebih pendek mengompensasi hal tersebut. Penilaian nyeri mungkin sulit dilakukan karena nyeri dapat diekspresikan secara berbeda; ekspresi wajah dapat digunakan, tetapi sebagian bayi cenderung menarik diri dan meningkatkan kepasifan dan pola tidur sebagai respons terhadap nyeri.
0

TUGAS

PENDAHULUAN

Lebih dari 50 tahun yang lalu Billingham dan Medawar mencetuskan konsep bagaimana janin di dalam kandungan ibu dapat hidup hingga usia kehamilan cukup bulan tanpa mengalami reaksi penolakan dari system imun maternal (ibu). Konsep ini dilahirkan untuk menjawab pertanyaan bagaimana janin dapat bertahan hidup di dalam kandungan ibunya tanpa memicu suatu reaksi penolakan sama sekali dari tubuh ibunya, meskipun janin tersebut memiliki antige


n yang berasal dari ayahnya (antigen paternal)? Konsep bahwa janin memiliki genom yang berasal dari ayah dan sebagian dari ibu sehingga janin akan mempresentasikan antigen yang terdapat pada ayah dan ibu(semi-alogenik) telah diketahui sebelumnya. Ekspresi antigen paternal janin di dalam tubuh ibu tentu dapat memicu reaksi penolakan system imun maternal berdasarkan hukum transplantasi.

Janin adalah suatu jaringan yang bersifat alogenik dan berada di dalam tubuh seorang ibu yang memiliki imunokompeten untuk menimbulkan suatu reaksi penolakan. Namun, umumnya reaksi penolakan tidak akan terjadi. Billingham dan Medawar membuat beberapa hipotesis yang mencoba untuk menjelaskan mengapa system imun maternal tidak bereaksi terhadap janin yang bersifat semi-alogenik, sebagai berikut. (1). Hipotesis mengenai pemisahan secara anatomis antara maternal dan janin; (2). Hipotesis mengenai imunogenesitas dari janin yang rendah karena masih bersifat imatur; (3). Hipotesis mengenai kelambanan atau kemalesan system imun maternal untuk bereaksi terhadap antigen-antigen dari janin.

Berdasarkan hasil-hasil penilitian selanjutnya, ternyata dapat disimpulkan bahwa sitem imun maternal menunjukkan toleransi terhadap antigen-antigen yang teradapat pada jaringan janin. Selanjutnya timbul pertanyaan, apakah jaringan janin yang bersifat semi-alogenik tersebut langsung mengadakan kontak langsung dengan system imun maternal karena pada kenyataannya sirkulasi keduanya tetap terpisah selama kehamilan. Pada kenyataannya pula bahwa hanya jaringan plasenta dan membran janin yang langsung mengadakan kontak dengan sdirkulasi maternal. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa terdapat karakteristik-karakteristik tertentu yang bersifat spesifik dari jaringan plasenta dan membrane janin yang dapat memicu toleransi system imun maternal pada jaringan janin. Selain pada sisi janin, diduga pula bahwa terjadi perubahan pada system imun maternal selama kehamilan sehingga akan memicu reaksi toleransi terhadap jaringan janin. Akan tetapi, pertahanan ibu terhadap serangan penyakit masih berfungsi. Wanita memperlihatkan peningkatan respons imunologik terhadap serangan bakteri. Namun mereka tampaknya mengalami peningkatan kerentanan terhadap infeksi virus dan masalah yang terkait dengan infeksi virus imonodefisiensi menusia (HIV) dapat meningkat selama kehamilan. Sebagian penyakit imunologis membaik selama kehamilan, sementara yang lain memburuk. Adaptasi imun ibu selama hamil juga tampaknya merupakan persiapanuntuk kemungkinan pencemaran pathogen luka bekas plasenta selama periode puerperium. Ketidakcocokan (inkompatibilitas) golongan darah dan respon imun yang timbul dapat mengganggu kesejahteraan janin yang sedang tumbuh. Neonatus lahir dengan imunitas yang masih imatur, tetapi menerima imunitas pasif, baik selam di dalm kandungan maupun pada masa neonatus melalui air susu ibu.

Ikhtisar Sistem Imun

System imun ada dua yaitu imunitas bawaan (inheren) yang sudah ada pada suatu organisme sebelum berkontak dengan pathogen apapun dan imunitas adaptif. Imunitas ini berkembang sebagai respon terhadap semakin besarnya tekanan untuk bertahan hidup dan memperkuat imunitas bawaan.

Imunitas bawaan

Imunitas bawaan bersifat inheren dan agar responnya mun cul tidak memerlukan kontak dengan pathogen. Lin ipertama pertahana tubuh adalah sawar fisik dan kimiawi di sitem pernafasan, reproduksi dan gastrointestinal serta kulit. Yang termasuk dalam lini pertama pertahanan ini adalah meanisme protektif (misalnya yang dihasilkan oleh lisozim), sitem komplemen, interferon, dan aktivitas fagositosik sel darah putih.

Lisozim

Lisozim adalah enzim yang menyerang struktur tertentu di dinding sel bakteri. Enzim ini merupakan komponen sekresi tubuh, misalnya darah, keringat, air mata, sekresi hidung, air susu, dan sekresi mucus saluran reproduksi.

Komplemen

Komplemen adalah system yang melibatkan sampai 30 protein dan reseptor yang saling berinteraksi. Protein dan reseptor ini membentuk sebagian jrnjang penguatan pertahanan, yang bertanggung jawab untuk penghancuran bakteri.

Interferon

Interferon melaksanakan tugas nonspesifik terhadap virus, interferon adalah protein khusus yang dihasilkan oleh sel yang tyelah terinfeksi svirus.

Leukosit dan Limfosit

Sel system imun adalah leukosit dan limfosit. Walaupun disebut sebagai sel darah putih, ebagian dari mereka hanya menghabiskan waktu yang singkat di dalam sirkulasi, sedangkan yang lain bahkan tidak pernah masuk ke system pembuluh ama sekali. Sel darah berasal dari populasi sel bakal (sken cell) di dalam sumsum tulang. Sel precursor ini memiliki potensi untuk membelah diri secara sangat cepat dan dapat berdiferensiasi menjadi beberapa tipe sel akhir.

Fagosit

Neutrofil dan makrofag dalah sel darh putih fagositik yang dapat menelan dan mencerna sel asing dan benda yang tidak di inginkan melalui proses fagositosis,sitotoksisitas,dan pembentukan respon peradangan. Sel yang memperantarai imunitas bawaan adalah granulosit : neutrofil,monosit,eosinofil,dan basofil.

gambar neutrofil

gambar eosinofil

gambar basofil

Sel natural killer

Sel lain yang terlibat dalam respon imun bawaan nonspesifik adalah limfosit granular besar,misalnya natural killer (NK).

Imunitas Spesifik

Limfosit kecil memiliki sitoplasma yang relative sedikit dengan hanya beberapa organel dan tanpa granula. Limfosit kecil mencakup limfosit B, yang berperan dalam imunitas humoral (produksi antibody), dan limfosit T, yang bertanggung jawab bagi imunitas selular (cell-mediated immunity). Sel ini, yang membentuk sekitar sepertiga dari sel darah putih dan sirkulasi, mengoordinasikan respons imun adaptif. Limfosit kecil juga beredar dalam system limfoid dan menghabiskan banyak waktunya sebagai residen di organ system limfoid. System limfoid adalah tempat utama respons adaptif. Cairan bocor keluar dari kapiler darah untuk masuk keruang antar sel. Sebagian cairan ini masuk kembali ke kapiler darah, tetapi sebagian masuk ke kapiler limfe.

Pengenalan Antigen

Sel keseluruhan yang memicu timbulnya respons imun yang disebut sebagai antigen. Antigen memicu respons imun terhadap dirinya sendiri. Antigen sering memicu respons imun patogenik itu sendiri, tetapi dapat juga berupa zat disekresikan oleh pathogen, misalnya toksin bakteri, atau zat dari sumber nonpatogenik, misalnya serbuk sari tumbuhan, yang menimbulkan respons alergi, zat kimia, misalnya vaksin sintetik.

Limfosit kecil memiliki reseptor permukaan sel yang secara spesifik mengenali antigen yang terdapat dipermukaan sel asing dan pathogen. Setiap limfosit kecil memiliki sebuah reseptor antigen spesifik, tidak seperti sel pada sistem imun nonspesifik, yang memiliki berbagai jenis reseptor di tiap selnya

RESPON IMUN IBU

Ibu memang berespons secara imunologis terhadap antigen janin di trofoblas atau yang masuk ke sirkulasi ibu. Baik limfosit maupun antibody yang mengenali antigen janin dapat ditemukan di darah ibu selama kehamilan. Pada kenyataanya, reaksi imun oleh ibu terhadap antigen histokompatibilitas paternal tampaknya merupakan hal yang esensial untuk keberhasilan kehamilan. Pengenalan antigen janin oleh ibu merangsang pembentukan antibody penghambat ((blocking antibodies) (Johnson dan Christimas,1996). Antibodi penghambat menutupi tempat antigenic sehingga sel ibu dicegah untuk mengikat antigen (Si ngal etal, 1984). Antibodi ini dapat mengikat sel janin di sirkulasi ibu sehingga sel tersebut tidak dapat berinteraksi dengan limfosit ibu dan dapat melewati plasenta untuk berikatan dengan tempat antigenic.

Diperkirakan tidak adanya respons imun ibu terhadap janin dapat membahayakan. Keberhasilan fertilitas dan kehamilan ditingkatkan apabila orang tua secara genetis tidak sama (konsep yang disebut “hybrid vigour). Insiden kehamilan yang orang tua berkerabat erat, seperti pada incest, jauh lebih jarang, yang mendorong terjadinya heterozigositas di dalam populasi. Hubungan erat antara orang tua berarti antigen janin akan lebih mirip dengan antigen ibu sehingga respons imunologis ibu akan lebih kecil.

Suatu hipotesis kontroversial menyatakan peningkatan kemiripan antigen antara kedua orang tua (disebut sebagai HLA parental sharing [kesamaan HLA orang tua) akan menghasilkan janin yang derajat kemiripan antigen janin dengan ibunya tinggi. Karena ibu tidak akan membentuk respons imun yang kuat terhadap sel janin dan mungkin lebih sedikit antibody penghambat sehingga hasil akhir kehamilan dapat terganggu.

Limfosit janin menghambat replikasi limfosit aktif ibu atau orang lain. Hal ini mungkin menjadi penyebab peningkatan jumlah dan keparahan infeksi virus pada ibu hamil, terutama pada akhir masa gestasi.

EFEK KEHAMILAN PADA SISTEM IMUN IBU

Respons imun ibu dipengaruhi oleh kehamilan. Jumlah sel darah putih, terutama neutrofil, meningkat dan sel lebih cepat berespons terhadap tantangan. hCG meranngsang produksi dan respons neutrofil (Barriga,Rodriguez, & Ortega, 1994). Kadar esterogen dan progesterone yang tinggi menurunkan jumlah sel T helper dan meningkatkan pada kehamilan, mungkin karena efek esterogen pada flora saluran reproduksi.

Konsentrasi lokal kortikosteroid di sekitar janin dan plasenta menekan aktivitas fagositik, terutama dalam respons terhadap bakteri negatif-gram. Hal ini berarti wanita hamil mengalami penurunan kemampuan berespons, terhadap infeksi negatif-gram pada saluran reproduksi, misalnya infeksi gonokukus (Gibbs & Sweet, 1994) dan Escherrichia coli.

Sel NK dan sitokin

Aktivitas sel NK di sekitar uterus tertekan oleh peningkatan konsentrasi local prostaglandin E2 (Daunter, 1992). Penekanan sel NK ini mungkin penting untuk mencegah penolakan janin. Namun, resistensi ibu terhadap patogen intrasel, misalnya Toxoplasma dan Liseria juga mungkin berkurang (Wegmann et al, 1993).

Antibodi dan limfosit B

Kadar sebagian besar antibody tidak berubah selama kehamilan. Namun, konsentrasi Ig G mungkin turun. Penurunan ini mungkin disebabkan oleh hemodilusi, peningkatan pengeluaran melalui urine, atau penyaluran Ig G melalui plasenta .

Limfosit T

Limfosit T terlibat dalam penolakan tandur dan dengan demikian dapat menimbulkan ancaman serius bagi janin. Namun, selama kehamilan fungsi sel T tertekan. Jumlah limfosit T dalam sirkulasi lebih rendah karena selama kehamilan terbentuk hCG dan kemapuan mereka berproliferasi , menghasilkan interleukin-2, dan membunuh se lasing juga menurun. Rasio sel penolong dan penekanberubah. Arthritis rheumatoid, suatu peenyakit autuimun yang diperantai oleh imunitas selular, seringmengalami remisi selama kehamilan, karena terjadinya penekanan limfosit T. hilangnya gejala selama kehamilan mendoromg diidentifikasikannya glukokortikoid sebagai antiinflamasi (Herch 1952). Perubahan hormonal pada kehamilan memprkuat terhadap penekanan limfosit T. karena limfosit T berperan dalam respon terhadap infeksi virus, wanita hamil mengalami peningkatan risiko terjangkit infeksi virus dan mungkin menderita ireemia yang lebih berat.

Kerentanan Terhadap Infeksi

Karena respon imun ibu tertekan selama kehamilan, untuk meningkatkan penerimaan janin, wanita hamil mungkin lebih rentan terhadap infeksi. Eanita hamil mengalami peningkatan terhadap listeriosis, influenza, avrisela (cacar air), herpes, rubella (campak jerman), hepatitis, dan virus papiloma manusia. Selain itu, sejumlah penyakit virus dan infeksi lain yang laten mungkin bermanisfestasi secara lebih berat. Penyakit ini mencakup malaria, tuberculosis (TB), virus Epstein-Barr, dan infeksi terkait HIV, yang dapat mengalami reaktifikasi selama kehamilan.

Hal yang Terjadi Pada Sistem Imun Ibu Selama Kehamilan Trimester I, II, dan III.

Trimester I

Pada trimester I terjadi penekanan jumlah limfosit T yang sangat drastis agar tidak terjadi penolakan terhadap kehadiran janin sehungga kehamilan dapat terus berlangsung.

Trimester II

System imunitas seluler terhadap antigen plasenta terus meningkat seiring dengan meningkatnya usia kehamilan. IgG padf.a dari ibu menembus plasenta ke dalam sirkulasi janin melalui mekanisme transportasi aktif spesifik secara efekti

Trimester III

Peningkatan jumlah IgG pada ibu menurun karena sebagian besar menembus plasenta ke dalam sirkulasi janin melalui mekanisme transportasi aktif spesifik sejak usia gestasi (kehamilan) 34 minggu. Ibu akan menghasilakan respon imun terhadap antigen yang ia temui dengan menghasilkan IgG yang dapat melewati plasenta. Bahkan apabila kadar IgG ibu rendah, IgG akan tetap disalurkan melalui plasenta. Hal ini berarti janin akan mendapat imunisasi pasif terhadap patogen prevalen yang besar kemungkinanya ditemikan di lingkungan setelah lahir.

Beberapa Hipotesis Mengenai Keberhasilan Kehamilan Terkait Dengan Respons Imun

Untuk menjelaskan mengenai mekanisme toleransi system imun maternal terhadap antigen paternal dari janin, saat ini berkembang teori mengenai peran plasenta sebagai suatu barier imun bagi antigen paternal janin sehingga antigen paternal janintidak dapat dikenali dan kemudian ditolak oleh system imun maternal.

Hipotesis mengenai ekspresi HLA-G (Human Leukocyte antigen) di sel-sel trofoblas

Sel-sel sinsiotrofoblas yang merupakan lapisan terluar dari jaringan janin dan akan berkontak dengan system imun maternal ternyata tidak mengekspresikan HLA-A an HLA-B dan hanya sedikit mengekspresika HLA-C. sebaliknya, sel-sel sinsisiotrofoblas tersebut mengekspresikan salah satu HLA non klasik, yaitu HLa-G. Berdasarkan ekspresi HLA-nya, populasi sel-sel trofoblas dapat dibagi menjadi tiga populasi, yaitu (a) sel-sel trofoblas yang melapisi ruang intravilli. Sel-sel trofoblas di sini akan langsung mengadakan kontak dengan sel-sel imun maternak dari sirkulasi maternal, maka sel-sel trofoblasnya tidak akan mengekspresikan HLA kelas I sama sekali; sel-sel trofoblas endovascular yaitu sel-sel trofoblas yang menginvasi sel-sel pembuluh darah arterispiralis. Sel-sel pembuluh darah ini akan berkontak dengan sel imun maternal pada sirkulasi maternal. Nemun bedanya, sel-sel trofoblas tersebut mengekspresikan HLA kelas I seperti HLA-G, HLA-E, HLA-C; dan (c) sel-sel trofoblas yang akan menginvasilapisan desidua. Sel-sel ini juga berpotensi untuk berkontak dengan sel-sel imun metrnal yang terdapat pada lapisan desidua. Maka, sel-sel trofoblas pada lapisan ini juga hanya akan mengekspresikan HLA-G,HLA-E, dan HLA-C.

Sel NK diketahui sebagai sel yang cukup dominan di lapisan desidua. Sel NK memiliki peran dalam membunuh sel-sek tumor terutama yang mengalami mutasi sehingga ekspresi HLA kelas I-nya menurun. Sebaliknya, resistensi terhadap peran membunuh sel NK ditunjukkan oleh sel-sel yang memiliki ekspresi HLA kelas I yang tinggi. Kejadian ini disebut sebagai missing self hypothesis.

HLA-G tampaknya berinteraksi KIR (Killing Inhibitory Receptor) seperti layaknya jenis-jenis HLA yang lain dan akan menekan aktivitas sitotoksisitas dari sel NK. Diperkirakan inhibisi terhadapa aktifitas sel NK tersebut akan memicu toleransisitem imun maternal pada embrio. HLA-G yang bersifat mnomorfik nampaknya bahwa inhibisi terhadap sel NK berlaku secara umum tidak terkait dengan genom paternalnya. HLA-G dapat ditemikan dalam dua bentuk, yaitu yang ada pada permukaan sel dan yang bersifat soluble (sHLA-G).

Hipotesis mengenai Leukemia Inhibitory Factor (LIF) dan reseptornya

Lapisan endometrium uterus tampaknya menghasilkan suatu molekul yang bersifat hidrosolubel, yang disebut sebagai Leukimia Inhibitory Factor (LIF) selama siklus haid terkait dengan kadar progesterone. Sementara di sisi lainnya blastokista juga akan menghasilkan LIF-reseptor. Selama periode implantasi lapisan desidua bersama dengan limfosit-limfosit Th2 akan menghasilkan LIF, dan sel sinsisiotroblas akan menghasilkan reseptor LIF. Diperkirakan ekspresi LIF pada desidua dan reseptor LIF pada blastokista akan memfasilitasi proses implantasi. Selain itu, interaksi antara LIF dan reseptornya juga terbukti dapat memicu perumbuhan dan diferensiasi sel-sel trofoblas.

Hipotesis mengenai Indoleamine 2,3-deoksigenase (IDO)

IDO adalah suatu protein enzimatik yang berfungsi untuk katabolisme triptofan. Enzim terss3ebut telah dibuktikan dapat dihasilkan oleh sel-sel sinsisiotrofoblas. Diperkirakan IDO yang dihasilkan oleh sel-sel sinsisiotrofoblas akan merusak triptofan pada lapisan desidua yang dibutuhkan untuk proliferasi sel-sel imun di lapisan desidua sehingga dapat memicu toleransi dari sel-sel maternal terhadap embrio.

Hipotesis mengenai keseimbangan Th1-Th2

Sel T helper (CD4 +) naïve (Th0)saat mengenali antigen yang diekspresikan oleh APC dapat berdiferensiasi menjadi Th1 bila mendapag sinyal berupa IL-12 dan IFK-ƴ, atau menjdi Th2 bila mendapat sinyal berupa IL-2 dan IFN- ƴ, sementara Th2 akan menghassilkan IL-4, IL-5, IL-6, IL-9, IL-10,dan IL-13.meskipun demikiah Th1 dan Th2 juga sama-sama menghasilkan IL-3, TNF dan GM-CSF. Pada penelitian- penelitian sebelumnya ditunjukkan bahwa dominasi sitokin-sitokin prainflamasi yang dihasilkan oleh Th1 akan berkorelasi dengan peningkatan kejadian keguguran. Oleh karena itu yang dianggap sebagai sitokin yang akan mempertahankan kehamilan adalah sitokin-sitokin yang yang dihasilkan oleh Th2. Meskipundemikian ternyata sitokin-sitokin tersebut tidak hanya dihasilkan oleh sel-sel imun saja, tetapi juga oleh sel trofoblas.

Hipotesis menganai Makrofag Superior

Tampaknya ada jenis makrifag lain selain makrofag yang telah dikenal secara klasik akn teraktifasi setelah terstimulasi oleh IFN-ƴ atau lipoposakarida (LPS), dan kemudian akan menghasilkan siteokin-sitokin proinflamasi.makrofag supresor ini diperkirakan akan menjaga rahim tetap sebagai tempat yang ammuno-previleged, dengan cara menghasilkan sitokin-sitokin yangbersiufat non- inflamasi seperti IL-10 atau antagonis IL-1 dan juga menghasilkan turunan oksigen bebas yang minimal atau tidak sama sekali.

Hipotesis Mengenai Hormon

Beberapa jenis sitokin dan hormone telah terbukti dapat dihasilkan oleh plasenta. Hormon yang cukup penting yang dihasilkan oleh plasenta adalah progesterone, di mana pada beberapa penelitian menunjukkan progesterone terbukti akan memicu produksi LIF pada endometrium, dan juga akan memodulasi system imun maternal sehingga keseimbangan Th1 dan Th2 akan bergerak ke arah dominasi Th2. Selain, progesterone tampaknya hormone pertumbuhan juga akan memegang peranan dalam memodulasi system imun, meski saat ini baru terbukti pada spesies Roden. Dalam masa kehamilan plasenta akan menghasilkan placental Growth Hormone (pGH) yang memiliki perbedaan 13 asam amino dibandingkan dengan Growth Hormone (GH) yang dihasilkan eloh hipofisis. pGH akan menggantikan GH dalam sirkulasi maternal pada trimester kedua dan diperkirakan dapat pula memodulasi system imun maternal.

Hipotesis mengenai CD95 dan ligannya (CD95L)

Interaksi antara CD95 dan ligannya, yaitu CD95L, telah lama dikenal dalam bidang imunologi yang berperan untuk memicu reaksi apoptosis. Mekanisme interaksi CD95-CD95 L umumnya digunakan untuk menjelaskna pengaturan pergantian sel (Cell Tornover), kemusnahan sel-sel, respon antiviral, dan yang terpenting adalah untuk melindungi organ-organ tertentu dari aktivitas sel-sel imun, contohnya pada organ-organ yang harus dilindungi seperti mata dan testis (organ-organ yang bersifat immonuperiviileged). Mekanismenya adalah sel-sel imun memiliki ekspresi CD95L sementara organ-organ yang perlu dilindungi memiliki ekspresi CD95, sehingga apabila sel-sel imun mengadakan kontak akan terjadi interasksi CD95-CD95L yang akan memicu apomtosis sel-sel imun tersebut sehingga organ-organ tersebut akan terlindungi.

Dalam penelitian-penelitian yang telah dilakukan terbukti bahwa sel-sel trofoblas mampu menghasilkan CD95 dan medium kultur mampu memicu apoptosis pada sel-sel limfosit T yang mengekpresikan CD95L. Oleh karena itu, dapat diambil kesimpulan bahwa sel-sel trofoblas mampu memicu apotosis sel-sel imun maternal apabila sel-sel imun mencoba untuk melakukan kontak dengan sel-sel trofoblas.

Hipotesis Mengenai Aneksin II

Aneksin II adalah anggota keluarge dariv glikoprotyein yang dapat berikatan dengan fosfolipid bermuatan negative. Aneksin adalah membrane associated protein yang umumnya dihasilkan baik oleh sel-sel normalmaupun sel-sel tumor. Namun, telah dibuktikan plasenta juga mampu menghasilkan aneksin. Dalam suatu penilitian telah dibuktikan bahwa aneksin II dapat mwnghambat proliferasi sel-sel limfosit dan juga menghambat produksi antibody IgG ataupun IgM oleh sel-sel imin maternal. Oleh karena itu, molekul ini ditengarai juga memiliki peran dalam hal memicu toleransi system imun maternal kepada embrio.

Hipotesis Mengenai Rendahnya Aktifitas Komplemen

Dalam sisten imun innate, komplemen memegang peranan yang cukup penting dalam me nghancurkan sel-sel tumor atau asinh, dengan cara bekerja sama dengan antibody. Antibody akan menganali antigen asing pada permikaan sel tersebut dan selanjutnya antibodo akan bergabung dengan komplemen untuk menghasilkan membrane Attaci Complex (MAC) yang mampu melubangi permukaan sel yang memiliki antigen asing tersebut sehingga sel tersebut akan mengalami kehancuran. Namun, terdapat beberapa factor yang dapat menghambat mekanisme penghancuran tersebut, di antaranya adalah Membrane Complement Protein (MCP) yang akan menduduki tempat berikatannya antibody dan kompelemen sehingga tidak dapat terjadi interaksi antara antibody dan komplemen; atau terdapatnya peningkatan Decay Accelerating Factor (DAF), dimana factor tersebut dapat meningkatkan tingkat penghancuran komplemen. Terjadinya hambatan pada kerja komplemen dapat melindungi sel-sel trofoblas yang memiliki antigen paternal untuk dapat dihancurkan oleh system imun maternal.

Hipotesis Mengenai Penyembunyian Antigen Trofoblas

Hipotesis ini masih bersifat spekulatif. Diperkirakan antigen-antigen paternal pada permukaan sel trofoblas dikamuflase oleh suatu blocking antibody dan materi-materi fibrin atau lapisan sialomusin. Selain itu, ada pula teori mengenai terbentuknya antiidiotipik antibody terhadap antibody yang mengenali antigen paternal pada sel-sel trofoblas, sehingga antibody tersebut tidak dapat mengaktivasi system imun lainnya. Hal-hal tersebut di atas akan menyembunyikan ekspresi antigen paternal pada janin sehingga dapat memicu rekasi toleransi dari system imun maternal.

0

TUGAS MAHASISWI POLTEKKES DEPKES BJM